Wednesday, February 7, 2018

KAJIAN TENTANG KONTROVERSI WACANA LEGALISASI GANJA DI INDONESIA



1.1 PENDAHULUAN
            Ganja atau yang lebih dikenal dengan nama Cannabis sativa syn. Cannabis indica dalam bahasa Latin merupakan tumbuhan budidaya penghasil serat, yang peredarannya terlarang di Indonesia dan dikualifikasikan sebagai Narkotika Golongan I oleh Hukum Positif Indonesia. Dikutip dari Ethan B Russo (2013). Cannabis and Cannabinoids: Pharmacology, Toxicology, and Therapeutic Potential. Ganja lebih dikenal sebagai obat psikotropika karena adanya kandungan zat tetrahidrokanabinol (THCtetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Kemudian, efek samping dari pemakaian ganja yang mungkin terjadi adalah menurunnya daya ingat jangka pendek, mulut terasa kering, mata memerah, dan perasaan paranoid yang dirasakan pemakai ganja.[1] Selain itu, yang mungkin terjadi adalah efek ketergantungan, menurunnya kemampuan mental psikis ketika menggunakan ganja saat remaja, dan membahayakan kandungan bagi wanita yang sedang hamil namun mengkonsumsi ganja. Tanaman ganja biasanya dibuat menjadi rokok mariyuana.
            Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai 2 meter. Berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda (berumah dua). Bunganya kecil-kecil dalam dompolan di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut.
Secara lebih luas, ganja digunakan untuk berbagai tujuan, seperti untuk obat euphoria dan kebutuhan medis, serta di beberapa agama tertentu digunakan untuk tujuan spiritual. Namun, sejak awal abad ke-20, ganja telah dikategorikan sebagai tanaman terlarang dan penggunaan, kepemilikan, dan transaksi tanaman ganja adalah ilegal di banyak negara, termasuk Indonesia.[2]

2.2 KONTROVERSI WACANA LEGALISASI GANJA



            Adanya wacana ini dikampanyekan oleh Lingkar Ganja Nusantara (LGN), yaitu sebuah kelompok yang lahir dari pendukung legalisasi ganja di jejaring sosial Facebook. LGN tegas meminta agar ganja dilegalisasi. LGN berpendapat bahwa apabila ganja dilegalisasi, Pemerintah akan lebih mudah mengawasi peredaran ganja. Gagasan ini telah dikampanyekan secara terbuka melalui berbagai aksi yang mereka lakukan seperti Global Marijuana March yang telah dilakukan dua tahun terakhir ini, dan segala bentuk kampanye yang mereka lakukan di website mereka. Lebih utama, mereka juga membentuk Yayasan Penelitian Tanaman Ganja sebagai badan hukum tempat bernaung. Untuk memperkuat argumentasi, LGN mempublikasikan serangkaian studi perbandingan, termasuk mitos bahaya ganja dan kenyataan ilmiah.[3]
            Mitos tentang ganja dapat menyebabkan kecanduan yang sangat tinggi, misalnya. Dengan mengutip penelitian di Amerika Serikat dan diperkuat sejumlah referensi, LGN menjelaskan sedikit sekali pengisap ganja yang mengalami ketergantungan. LGN mengklaim Seorang pengguna berat ganja dapat berhenti dengan mudah tanpa mengalami kesulitan. Di mata LGN, tidak ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa ganja dapat menyebabkan kerusakan psikologis atau penyakit mental bagi remaja dan orang dewasa.
            Sebagai sebuah gagasan, usul LGN langsung mendapat reaksi dari banyak pihak. Aliansi Masyarakat Peduli Generasi (AMPG), misalnya, mengecam aksi LGN sebagai ‘kampanye amoral’. Aliansi memandang apa yang dilakukan LGN sebagai upaya provokasi atas kemapanan tatanan hukum, budaya, dan sosial masyarakat.
            AMPG mendesak kepolisian dan Badan Narkotika Nasional memeriksa para aktivis LGN. Sebab, apa yang dilakukan LGN bisa dikualifisir sebagai perbuatan pidana jika mengacu pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 1 angka 18 Undang-Undang ini mengatur tentang permufakatan jahat mengorganisir perbuatan jahat.
            Indonesia sendiri dalam hukum positif yang berlaku, termasuk ke dalam daftar negara yang paling ketat dalam mengatur soal ganja. Bersama dengan Tiongkok, Jepang, Malaysia, Nigeria, hingga Arab Saudi. Hukuman bagi seseorang yang memiliki selinting ganja di Indonesia dapat diganjar hukuman penjara selama empat tahun. Sementara jika dengan sengaja mengimpor ganja, hukuman menjadi lebih berat antara 5 sampai 10 tahun. (UU No. 35 Narkotika 2009). Namun, LGN berdalih  UU Narkotika No.35 Tahun 2009 tidak sejalan dengan prinsip Pancasila. Dalam perjalanan perjuangannya, LGN melihat sendiri praktek-praktek negatif penerapan kebijakan tersebut. Pertama. pemenjaraan pengguna ganja terutama yang menggunakannya untuk bertahan hidup (karena penyakit, dsb). Kedua adalah program negara dalam membumihanguskan pohon-pohon ganja. Ketiga, kampanye anti-ganja yang tidak didasarkan pada penelitian-penelitian ilmiah terbaru.
            Terlepas dari kontroversi wacana legalisasi ganja, di dunia manfaat ganja juga dapat dijadikan sebagai obat medis. Ganja, menurut Inang Winarso, Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara memiliki manfaat jadi sebagai obat berbagai penyakit. Ekstrak ganja pun bisa menghasilkan cukup banyak. Dari 100 kilogram ganja, bisa menghasilkan ekstrak 10 kilogram. Dosis untuk obat hanya memerlukan beberapa miligram saja, atau sebesar 1 biji beras.


COPYRIGHT: tirto.id

            Salah satu pasien yang memakai ekstrak ganja untuk tujuan medis adalah seorang anak berumur 11 tahun asal Yogyakarta. Dia menderita celebral palsy dan sudah tak bisa menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Namun, setelah mengonsumsi ekstrak ganja sebanyak 1/3 butir beras setiap malam, dia mulai berangsur dapat mengfungsikan anggota badannya. Sang ibu memilih berani memberikan testimoni di salah satu majalah untuk membuka mata dunia bahwa Indonesia kaya ganja, tanaman bermanfaat yang malah dianggap sebagai barang haram.

            Ganja belakangan ini memang banyak diteliti terkait kegunaannya untuk kepentingan medis. Salah satunya sebagai obat temporer glaukoma karena bisa menurunkan tekanan mata. Meski demikian, glaucoma. Org tidak merekomendasikannya untuk penggunaan jangka panjang karena ganja juga menurunkan tekanan darah. Turunnya tekanan darah berakibat pada menurunnya pasokan darah ke syaraf mata, dan efek jangka panjangnya justru bisa mengurangi penglihatan.  Selain itu, ganja juga digunakan untuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan syaraf, misalnya gejala kejang epilepsi. Baru-baru ini, ada Epidiolex, obat yang dihasilkan perusahaan farmasi, yang 99 persen ekstraknya adalah minyak murni dari cannabidiol (zat yang dikandung ganja). Badan Makanan dan Obat (FDA) di AS telah memberi beberapa izin bagi pusat pengobatan epilepsi untuk menggunakan obat ini untuk pasien epilepsi yang berat.

            Komponen aktif ganja, cannabidoids, juga banyak diteliti terkait kegunaannya untuk mengobati tumor dan kanker. Banyak penelitian menunjukkan cannabidoidsberpotensi sebagai agen antikanker. Tapi, fungsi ganja terkait kanker ini belum sepenuhnya terjelaskan mekanismenya, sehingga ganja belum jadi pengobatan standar.  Meski khasiat ganja untuk memerangi akar kanker masih kontroversial, penggunaannya untuk pereda rasa sakit yang menyertai terapi pada pasien kanker sudah banyak diakui. Selain kanker, ia juga membantu meringankan penderitaan orang-orang yang baru menjalani operasi sangat menyakitkan.

            Namun, di Indonesia, legalisasi ganja untuk kepentingan medis masih sulit tercapai karena resistensi masyarakat besar. Kebanyakan masyarakat berpikir dan memahami ganja berdasarkan mitos dan mengabaikan temuan ilmiah terbaru. Pada tahun 2013, Inang bekerja sama dengan beberapa ahli kimia, salah satunya Musri Musman, ahli kimia dasar bahan alam dari Aceh meneliti ganja sebagai bahan baku obat diabetes. Mereka mengajukan penelitian ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di tahun itu, dan baru disetujui di tahun 2015.

            Dua tahun perjalanan panjang untuk meyakinkan Kemenkes tak sia-sia. Kini walaupun baru sampai pada tahap protokol riset dan masih harus menjalani tahapan laboratorium, uji klinis ke binatang, dan uji coba ke manusia untuk mendapat pengesahan BPOM, setidaknya sudah ada satu langkah maju yang dicapai para aktivis legalisasi ganja ini.
Dengan segala manfaat kesehatan ganja, besar harapan Lingkar Ganja Nusantara (LGN) agar ganja mulai dilegalkan untuk tujuan medis. 




2.3 KAJIAN TENTANG WACANA LEGALISASI GANJA
SEGI AGAMA
1.      Agama Islam
            Dalam Aspek hukum Islam atau syariat Islam, sudah jelas bahwa segala sesuatu yang memabukkan adalah haram dan dilarang. Dalam kasus ini, ganja memang diketahui dapat memberikan efek euforia yang sama seperti orang yang mabuk. Selain itu, apabila hal tersebut lebih banyak mudharat nya ketimbang hal positif, maka ganja memang termasuk kedalam hal yang dilarang. Ganja yang diklasifikasikan sebagai Narkoba Golongan I ini jika ditinjau dari aspek agama Islam merupakan hal – hal yang memabukkan di era modern yang dahulu pada zaman Rasulullah hanya terdapat minuman keras (khamar). Dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90 dijelaskan : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan“. (QS AlMaidah : 90)
            Kemudian pada ayat yang selanjutnya dijelaskan : “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)“.(QS Al-Maidah : 91)
            Tafsir mengenai perbuatan setan yang dimaksudkan di atas adalah hal-hal yang mengarah pada keburukan, kegelapan, dan sisi-sisi destruktif manusia. Hal-hal tersebut bisa dipicu dari khamar (termasuk narkoba) dan judi karena bisa membius nalar yang sehat dan jernih. Khamar (termasuk narkoba) dan judi potensial memicu permusuhan dan kebencian antar sesama manusia. Khamar dan judi juga bisa memalingkan seseorang dari Allah dan shalat. Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa khamar (termasuk ) bisa memerosokkan seseorang ke derajat yang rendah dan hina karena dapat memabukkan dan melemahkan. Untuk itu, khamar (dalam bentuk yang lebih luas adalah narkoba) dilarang dan diharamkan. Sementara itu, orang yang terlibat dalam penyalahgunaan khamar (narkoba) dilaknat oleh Allah, entah itu pembuatnya, pemakainya, penjualnya, pembelinya, penyuguhnya, dan orang yang mau disuguhi.
2.      Agama Kristen
            Seperti halnya agama Islam, agama Kristen juga mengingatkan penganutnya untuk menjauhi Narkoba. Dalam Korintus 7:1, dijelaskan “sucikan dirimu dari semua hal yang mencemarkan jasmani dan rohani, supaya kedudukanmu sempurna di dalam takut Allah”. Menurut pandangan agama Kristen, tubuh harus dipelihara, dijaga dan disucikan, jangan melakukan dosa. Oleh karena Narkoba dapat merusak tubuh, baik jiwa, raga maupun akal, maka penyalahgunaannya merupakan hal yang tidak diperbolehkan.
3.      Agama Katholik
            Menurut pandangan Agama Katholik, pada dasarnya setiap bentuk penyalahgunaan ganja bertentangan dengan moral Kristiani dan pada akhirnya akan menyebabkan kehancuran beragama, bermasyarakat dan bernegara. Menurut Paus Yohannes Paulus II dalam Contesimu Annus, konsumerisme digambarkan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hanya berdasarkan selera yang tidak menghiraukan kenyataan pribadinya sebagai makhluk yang berakal. Penyalahgunaan merupakan suatu hal yang berakar dari konsumerisme, oleh karena itu Narkoba yang didalamnya juga termasuk ganja tidak dianjurkan bagi penganut agama Katholik.
4.      Agama Hindu
            Agama Hindu memang memandang semua barang yang ada di dunia ini, walau sekecil apapun, pasti akan membantu kehidupan. Menurut pandangan agama Hindu, apabila pikiran seseorang kacau, maka bisa saja barang yang awalnya bermanfaat menjadi sesuatu hal yang merugikan, misalnya saja ganja. Secara medis, ganja memang berguna dalam bidang kesehatan. Akan tetapi, karena pikiran umat yang kacau, maka ganja disalahgunakan sehingga dapat merusak tubuhnya. Oleh karena itu, pengkonsumsian ganja dilarang oleh agama Hindu.
5.      Agama Budha
            Agama Budha mengajarkan umatnya tentang lima disiplin moral, yaitu : (1) Panti pala vermani sikkapadhan samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk, (2) adinnadan veramani sikkhapadar samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari barang yang bukan miliknya, (3) kamesu miccara veramar sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari asusila, (4) musavada veramani sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar (dusta) dan lainnya, (5) surameraya majjapamadatthana veramar sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari minuman keras dan obat-obat terlarang yang menyebabkan mabuk dan melemahkan. Dari kelima disiplin moral tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa agama Budha melarang penggunaan Narkoba(Ganja), karena menyebabkan mabuk dan melemahkan.



SEGI HUKUM
            Indonesia tetap berkomitmen menolak legalisasi ganja sebagaimana tertuang dalam ratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 melalui Komisi Obat-obatan dan Narkotika Internasional (CND). Lebih lanjut, Sikap tegas pemerintah Indonesia terkait penolakan legalisasi ganja didasarkan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya. Mengenai tanaman cannabis, berdasarkan Lampiran I butir 8 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika(“UU 35/2009”), tanaman tersebut termasuk dalam narkotika golongan I.
            Berdasarkan Pasal 7 UU 35/2009, narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Penjelasan Pasal 7 UU 35/2009, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis. Yang dimaksud dengan“pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” adalah penggunaan narkotika terutama untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak narkotika dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai dan Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.
            Atas ketentuan Pasal 7 UU 35/2009 ini, terdapat pengecualiannya, yaitu Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 yang mengatakan bahwa narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Akan tetapi, dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Pasal 8 ayat [2] UU 35/2009).
            Dalam Pasal 11 UU 35/2009 dikatakan bahwa Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi narkotika kepada industri farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tetapi, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU 35/2009, narkotika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Ini berarti bahwa penggunaan narkotika golongan I terbatas pada hal-hal tertentu saja yang diatur dalam UU 35/2009 dan harus dengan izin dari Menteri. Salah satunya adalah dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya adalah untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi. Ini berarti bahwa untuk kepentingan imu pengetahuan dalam hal pengobatan, tanaman cannabis dapat dipergunakan, tetapi dengan adanya izin dari Menteri terlebih dahulu.
            Selain itu, lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta juga dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri (Pasal 13 ayat [1] UU 35/2009).
            Berdasarkan Pasal 111 UU 35/2009, setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar. Jika perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

SEGI MORAL
            Jika ditinjau dari segi moral yang berlaku di masyarakat Indonesia yang dominan memeluk Agama Islam, ganja merupakan hal tabu dan terlarang bagi siapa saja yang menggunakannya. Adat yang kental dibarengi dengan kearifan lokal mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan menjadikan ganja dalam peredarannya sangatlah di haramkan. Pemakai ganja, apabila telah diketahui oleh masyarakat sekitar, akan mendapatkan sanksi seperti dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat.
SEGI MEDIS
            Ganja meskipun diketahui banyak membawa dampak negatif bagi tubuh apabila disalahgunakan, tetapi sebenarnya memiliki manfaat bagi kepentingan medis seperti yang sudah dijelaskan diatas. Zat-zat yang terdapat dalam ganja dalam berbagai riset memiliki berbagai kegunaan. Berikut adalah senyawa ganja yang paling jelas kehadiran dan manfaatnya:
1. THC (Delta-9 tetrahydrocannabinol)
THC adalah senyawa yang paling aktif dalam psikologis ganja, dan juga salah satu yang sangat memberi terapi bagi para penggunanya. THC memiliki efek analgesik [penghilang rasa sakit], sifat anti-spasmodik [mencegah/menghilangkan kejang-kejang], anti-getaran, anti-inflamasi [mencegah pembengkakan], perangsang nafsu makan dan anti muntah yang digunakan untuk berbagai penyakit seperti: gangguan makan, efek samping dari kemoterapi, multiple sclerosis [penyakit autoimun yang mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang (sistem syaraf pusat)], spasticity [kontraksi konstan dan tidak diinginkan dari satu atau lebih kelompok otot sebagai hasil dari stroke atau lainnya ke otak atau sumsum tulang belakang] , kejang-kejang dan lain-lain. Selain itu, THC telah diketahui untuk mengurangi pertumbuhan tumor dan mengurangi perkembangan aterosklerosis [penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh kelebihan lemak di dinding arteri] pada tikus.
2. (E)BCP (Beta-caryophyllene)
(E)-BCP adalah komponen anti-inflamasi alami dan kuat yang juga ditemukan dalam makanan seperti lada hitam, oregano, kemangi, jeruk nipis, kayu manis, wortel, dan seledri. Tidak seperti THC, cannabinoid ini tidak mempengaruhi otak, yang berarti tidak menghasilkan efek psikotropika. Para peneliti mengatakan (E)-BCP bisa menjadi pengobatan yang efektif untuk nyeri, arthritis [peradangan sendi], sirosis [peradangan & fungsi buruk pada hati], mual, osteoarthritis [penyakit sendi], aterosklerosis [suatu kondisi di mana dinding arteri menebal sebagai akibat dari kelebihan lemak seperti kolesterol], dan penyakit lainnya tanpa membuat pasien merasa “tinggi”.
3. CBC (Cannabichromene)
Sering kali, cannabinoid saling bekerja sama untuk menciptakan sifat penyembuhan pada ganja. CBC adalah contoh baik dari hal tersebut, karena CBC mendorong efek dari THC. CBC juga memiliki efek sedatif dan analgesik.
4. CBD (Cannabidiol)
CBD adalah komponen non-psikoaktif ganja, yang berarti tidak memabukkan. Hal ini diyakini bahwa kehadiran CBD didalam ganja dapat menekan efek euforia* dari THC [*keadaan mental dan emosional didefinisikan sebagai rasa yang damai/santai]. CBD memiliki sifat anti-inflamasi, anti-biotik, anti-depresan, anti-psikotik, anti-oksidan, penenang, imunomodulator [penyesuaian sistem imun], dan juga untuk meredakan kejang, radang, gelisah, dan mual. CBD perlu bekerjasama dengan THC untuk mengobati nyeri kronis. Pada tahun 2001, GW Pharmaceuticals menemukan bahwa hanya kombinasi dari CBD dan THC-lah yang menawarkan efek analgesik pada pasien. Jika digunakan secara terpisah, CBD atau THC tidak seefektif mengobati sakit kronis seperti jika mereka digunakan secara bersamaan.
5. CBG (Cannabigerol)
CBG adalah cannabinoid pertama yang diproduksi oleh tanaman ini. CBG adalah pencetus biogenetis dari semua senyawa ganja. CBG memiliki efek sedatif dan sifat antimikroba, dan menyebabkan rasa kantuk. Studi menunjukkan bahwa CBG dapat mengurangi tekanan intraokular [tekanan cairan pada mata] pada pasien glaukoma [pasien yang mengalami gangguan mata di mana saraf optik mengalami kerusakan pada penglihatan yang permanen dan bisa mengakibatkan kebutaan jika tidak diobati] dan berkontribusi terhadap sifat antibiotik pada ganja itu sendiri.[marijuanadoctors.com]

2.4 PENUTUP
            Terlepas dari kontroversi dari wacana legalisasi ganja di tanah air, kita tentunya sebagai bangsa Indonesia yang menginginkan agar kedepannya Indonesia semakin maju dan memastikan generasi Indonesia berada di jalan yang benar sangatlah wajib agar segala hal yang membawa ke dampak buruk bagi bangsa dijauhkan. Apabila memang ganja memiliki peranan dalam kehidupan kita seperti penggunaannya dalam medis, baik nya kepada Pemerintah dan pihak terkait mencari solusi dan jalan terbaik tentang hal tersebut. Namun, kita semua mungkin sepakat, jika ganja dan sejenisnya, merupakan momok terbesar dalam darurat Narkoba yang kini sedang terjadi di Indonesia. Karena bagaimanapun juga, penyalahgunaan ganja dan zat terlarang lainnya, sangatlah diharamkan baik dari segi agama maupun hukum.











FURTHER READING
https://id.wikipedia.org/wiki/Ganja
https://en.wikipedia.org/wiki/Cannabis_(drug)
https://en.wikipedia.org/wiki/Long-term_effects_of_cannabis#Mental_health
https://www.researchgate.net/publication/285044085_Therapeutic_Potential_of_Cannabinoids_in_Psychosis
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dca010297bc6/kontroversi-gagasan-legalisasi-ganja-dan-judi-di-indonesia
https://tirto.id/jalan-berliku-legalisasi-ganja-untuk-medis-8K7
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/06/27/klipingpr-indonesia-menolak-legalisasi-ganja-403966
http://repository.unair.ac.id/67822/3/Sec.pdf
http://www.lgn.or.id/global-marijuana-march-indonesia-2017/
http://www.lgn.or.id/manfaat-ganja-untuk-medis/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5136004f8324e/pemerintah-berkomitmen-tolak-legalisasi-ganja
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309686/pengabdian/narkoba-ditinjau-dari-sisi-berbagai-agama-di-indonesia.pdf


[2] UNODC. World Drug Report 2010. United Nations Publication. p. 198. Retrieved 2010-07-19.
[3] www.lgn.or.id/sejarah-adiksi-ganja-menapaki-akar-permasalahan

Baca Selengkapnya →

Friday, February 2, 2018

Mahasiswa

Opini Pribadi menyoal Kejadian Balairung #kartukuningjokowi

Ya, kalian tau arah tulisan ini akan kemana. Saat perayaan Dies Natalis Universitas Indonesia ke-68 yang dihadiri oleh Presiden RI, Jokowi, terdapat suatu peristiwa yang tak kalah menyita perhatian publik selain Presiden Jokowi itu sendiri. Peristiwa yang dimaksud adalah Kabem UI yang mengacungkan kartu kuning ke Presiden Jokowi. Dari segala kronologi dan video yang udah gue liat dan either kalian juga pasti ga ketinggalan berita ini, serta segala cerita dibalik itu semua. Disini, yang jadi concern gue adalah, adanya dualisme opini publik berkaitan dengan kejadian itu.

Dari netizen yang menilai hal tersebut merupakan aksi simbolik yang sebenernya mempunyai pesan positif, mereka berpikir bahwasannya hal-hal yang berkaitan dengan pemerintah baik itu kebijakan maupun realita kondisi yang terjadi di tanah air disampaikan dengan metode-metode mainstream dan selalu ingin BEM UI sampaikan kepada Presiden Jokowi, sangat sulit untuk didengar dan apalagi berdiskusi. Jadi, perayaan Dies Natalis ini dapat dijadikan sebuah atensi oleh BEM UI untuk mengingatkan pemerintahan Jokowi.

Sementara bagi netizen yang menganggap hal tersebut tidak lebih dari suatu tindakan yang tidak benar meskipun berbau justifikasi akibat dari isu yang dibawakan menyayangkan adanya kejadian ini.
Pro-kontra mungkin terus bergulir, bagi mahasiswa UI sendiri ataupun bagi mahasiswa kampus lain yang ikut memonitoring hal ini.

Terlepas dari itu semua, setiap orang punya pandangan dan pendapat nya masing-masing. Karena bagaimanapun jika dilihat dari dua sisi, keduanya sangat memiliki hal yang sama-sama meyakinkan untuk disetujui.

Kemudian, disini yang jadi poin pertanyaan gue, etis kah tindakan yang dilakukan Kabem UI tersebut dalam acara sesakral Dies Natalis? Apakah memang setirani dan sesusah itu Pemerintahan kita sekarang jika kita ingin menyampaikan aspirasi dan kritikan?
3 persoalan isu yang dibawa oleh BEM UI ialah menyoal Dwi fungsi TNI/Polri yang akhir-akhir ini sedang panasnya buntut dari penunjukkan kepala daerah oleh Mendagri kepada tokoh TNI dan Polri. Kemudian menyangkut soal gizi buruk dan kelaparan suku nan jauh di timur sana yaitu suku Asmat, Papua. Lalu yang terakhir adalah mengenai draf ormawa.

Jika kita lihat dengan seksama, masalah- masalah tersebut memang masalah yang sangat kritis dan perlu adanya respon dari pemerintah. Namun sekali lagi, apakah etis hal tersebut dilakukan?
Dalam suatu komentar yang dilontarkan oleh netizen terkait kejadian ini, salah satunya isi komentar tersebut mengatakan, apabila suatu hal yang baik tetapi dilakukan dengan cara yang kurang baik, maka akan mengakibatkan hasil akhir yang tidak baik bagi hal tersebut. Mungkin, inilah yang sedang terjadi sekarang. Dimana sebenarnya intisari dari tindakan tersebut memiliki relasi dengan tujuan mereka menyoal isu-isu tersebut agar mendapat perhatian.

Gue menilai, jika hal-hal lain dipilih untuk dipergunakan oleh BEM UI dalam menyampaikan isu-isu tersebut kepada Pemerintah, bukan berarti mereka tidak akan didengar. Dan kalo pun memang tidak ada tanggapan, apa hanya dengan menarik perhatian Presiden dengan cara seperti itu saja yang dapat dilakukan?. Dalam praktiknya, jika BEM di universitas seluruh Indonesia ingin mengkritisi pemerintah maka hal yang harus dilakukan adalah membuat sebuah kajian atau policy paper yang nantinya diberikan kepada pemerintah melalui birokrasi terkait. Bisa saja disaat kita-kita mahasiswa dalam tahap mengkritisi pemerintah dalam suatu isu, sebenernya pemerintah telah berjalan menangangani isu tersebut.

Ingat, kritis itu baik, tetapi terlalu kritis secara berlebihan akan menjadi sangat oksimoronik. Pemerintah sedang berproses, tidakkah kita sadar bahwa kita hanya selalu berprotes?.
Baca Selengkapnya →