1.1 PENDAHULUAN
Ganja
atau yang lebih dikenal dengan nama Cannabis sativa syn. Cannabis
indica dalam bahasa Latin
merupakan tumbuhan budidaya penghasil serat, yang peredarannya terlarang di
Indonesia dan dikualifikasikan sebagai Narkotika Golongan I oleh Hukum Positif
Indonesia. Dikutip dari Ethan B Russo (2013). Cannabis and
Cannabinoids: Pharmacology, Toxicology, and Therapeutic Potential. Ganja
lebih dikenal sebagai obat psikotropika karena adanya kandungan
zat tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang
dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang
berkepanjangan tanpa sebab). Kemudian, efek samping dari pemakaian ganja yang
mungkin terjadi adalah menurunnya daya ingat jangka pendek, mulut terasa
kering, mata memerah, dan perasaan paranoid yang dirasakan pemakai ganja.[1]
Selain itu, yang mungkin terjadi adalah efek ketergantungan, menurunnya
kemampuan mental psikis ketika menggunakan ganja saat remaja, dan membahayakan
kandungan bagi wanita yang sedang hamil namun mengkonsumsi ganja. Tanaman ganja
biasanya dibuat menjadi rokok mariyuana.
Tanaman
semusim ini tingginya dapat mencapai 2 meter. Berdaun menjari dengan bunga
jantan dan betina ada di tanaman berbeda (berumah dua). Bunganya kecil-kecil
dalam dompolan di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas
permukaan laut.
Secara lebih luas, ganja digunakan untuk berbagai
tujuan, seperti untuk obat euphoria dan kebutuhan medis, serta di beberapa
agama tertentu digunakan untuk tujuan spiritual. Namun, sejak awal abad ke-20,
ganja telah dikategorikan sebagai tanaman terlarang dan penggunaan, kepemilikan,
dan transaksi tanaman ganja adalah ilegal di banyak negara, termasuk Indonesia.[2]
2.2 KONTROVERSI WACANA LEGALISASI GANJA
Adanya
wacana ini dikampanyekan oleh Lingkar Ganja Nusantara (LGN), yaitu sebuah
kelompok yang lahir dari pendukung legalisasi ganja di jejaring sosial Facebook. LGN tegas meminta agar ganja
dilegalisasi. LGN berpendapat bahwa apabila ganja dilegalisasi, Pemerintah akan
lebih mudah mengawasi peredaran ganja. Gagasan ini telah dikampanyekan secara
terbuka melalui berbagai aksi yang mereka lakukan seperti Global Marijuana
March yang telah dilakukan dua tahun terakhir ini, dan segala bentuk kampanye
yang mereka lakukan di website mereka. Lebih utama, mereka juga membentuk
Yayasan Penelitian Tanaman Ganja sebagai badan hukum tempat bernaung. Untuk
memperkuat argumentasi, LGN mempublikasikan serangkaian studi perbandingan,
termasuk mitos bahaya ganja dan kenyataan ilmiah.[3]
Mitos
tentang ganja dapat menyebabkan kecanduan yang sangat tinggi, misalnya. Dengan
mengutip penelitian di Amerika Serikat dan diperkuat sejumlah referensi, LGN
menjelaskan sedikit sekali pengisap ganja yang mengalami ketergantungan. LGN
mengklaim Seorang pengguna berat ganja dapat berhenti dengan mudah tanpa
mengalami kesulitan. Di mata LGN, tidak ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa
ganja dapat menyebabkan kerusakan psikologis atau penyakit mental bagi remaja
dan orang dewasa.
Sebagai
sebuah gagasan, usul LGN langsung mendapat reaksi dari banyak pihak. Aliansi
Masyarakat Peduli Generasi (AMPG), misalnya, mengecam aksi LGN sebagai
‘kampanye amoral’. Aliansi memandang apa yang dilakukan LGN sebagai upaya
provokasi atas kemapanan tatanan hukum, budaya, dan sosial masyarakat.
AMPG
mendesak kepolisian dan Badan Narkotika Nasional memeriksa para aktivis LGN.
Sebab, apa yang dilakukan LGN bisa dikualifisir sebagai perbuatan pidana jika
mengacu pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 1 angka 18
Undang-Undang ini mengatur tentang permufakatan jahat mengorganisir perbuatan
jahat.
Indonesia
sendiri dalam hukum positif yang berlaku, termasuk ke dalam daftar negara yang
paling ketat dalam mengatur soal ganja. Bersama dengan Tiongkok, Jepang,
Malaysia, Nigeria, hingga Arab Saudi. Hukuman bagi seseorang yang memiliki
selinting ganja di Indonesia dapat diganjar hukuman penjara selama empat tahun.
Sementara jika dengan sengaja mengimpor ganja, hukuman menjadi lebih berat
antara 5 sampai 10 tahun. (UU No. 35 Narkotika 2009). Namun, LGN berdalih UU
Narkotika No.35 Tahun 2009 tidak sejalan dengan prinsip Pancasila. Dalam
perjalanan perjuangannya, LGN melihat sendiri praktek-praktek negatif penerapan
kebijakan tersebut. Pertama. pemenjaraan pengguna ganja terutama yang
menggunakannya untuk bertahan hidup (karena penyakit, dsb). Kedua adalah
program negara dalam membumihanguskan pohon-pohon ganja. Ketiga, kampanye
anti-ganja yang tidak didasarkan pada penelitian-penelitian ilmiah terbaru.
Terlepas
dari kontroversi wacana legalisasi ganja, di dunia manfaat ganja juga dapat
dijadikan sebagai obat medis. Ganja, menurut Inang Winarso, Direktur Eksekutif
Yayasan Sativa Nusantara memiliki manfaat jadi sebagai obat berbagai penyakit.
Ekstrak ganja pun bisa menghasilkan cukup banyak. Dari 100 kilogram ganja, bisa
menghasilkan ekstrak 10 kilogram. Dosis untuk obat hanya memerlukan beberapa
miligram saja, atau sebesar 1 biji beras.
COPYRIGHT: tirto.id
Salah satu pasien yang memakai ekstrak ganja untuk tujuan medis adalah seorang anak berumur 11 tahun asal Yogyakarta. Dia menderita celebral palsy dan sudah tak bisa menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Namun, setelah mengonsumsi ekstrak ganja sebanyak 1/3 butir beras setiap malam, dia mulai berangsur dapat mengfungsikan anggota badannya. Sang ibu memilih berani memberikan testimoni di salah satu majalah untuk membuka mata dunia bahwa Indonesia kaya ganja, tanaman bermanfaat yang malah dianggap sebagai barang haram.
Ganja belakangan ini memang banyak diteliti terkait kegunaannya untuk kepentingan medis. Salah satunya sebagai obat temporer glaukoma karena bisa menurunkan tekanan mata. Meski demikian, glaucoma. Org tidak merekomendasikannya untuk penggunaan jangka panjang karena ganja juga menurunkan tekanan darah. Turunnya tekanan darah berakibat pada menurunnya pasokan darah ke syaraf mata, dan efek jangka panjangnya justru bisa mengurangi penglihatan. Selain itu, ganja juga digunakan untuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan syaraf, misalnya gejala kejang epilepsi. Baru-baru ini, ada Epidiolex, obat yang dihasilkan perusahaan farmasi, yang 99 persen ekstraknya adalah minyak murni dari cannabidiol (zat yang dikandung ganja). Badan Makanan dan Obat (FDA) di AS telah memberi beberapa izin bagi pusat pengobatan epilepsi untuk menggunakan obat ini untuk pasien epilepsi yang berat.
Komponen aktif ganja, cannabidoids, juga banyak diteliti terkait kegunaannya untuk mengobati tumor dan kanker. Banyak penelitian menunjukkan cannabidoidsberpotensi sebagai agen antikanker. Tapi, fungsi ganja terkait kanker ini belum sepenuhnya terjelaskan mekanismenya, sehingga ganja belum jadi pengobatan standar. Meski khasiat ganja untuk memerangi akar kanker masih kontroversial, penggunaannya untuk pereda rasa sakit yang menyertai terapi pada pasien kanker sudah banyak diakui. Selain kanker, ia juga membantu meringankan penderitaan orang-orang yang baru menjalani operasi sangat menyakitkan.
Namun, di Indonesia, legalisasi ganja untuk kepentingan medis masih sulit tercapai karena resistensi masyarakat besar. Kebanyakan masyarakat berpikir dan memahami ganja berdasarkan mitos dan mengabaikan temuan ilmiah terbaru. Pada tahun 2013, Inang bekerja sama dengan beberapa ahli kimia, salah satunya Musri Musman, ahli kimia dasar bahan alam dari Aceh meneliti ganja sebagai bahan baku obat diabetes. Mereka mengajukan penelitian ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di tahun itu, dan baru disetujui di tahun 2015.
Dua tahun perjalanan panjang untuk meyakinkan Kemenkes tak sia-sia. Kini walaupun baru sampai pada tahap protokol riset dan masih harus menjalani tahapan laboratorium, uji klinis ke binatang, dan uji coba ke manusia untuk mendapat pengesahan BPOM, setidaknya sudah ada satu langkah maju yang dicapai para aktivis legalisasi ganja ini.
Dengan segala manfaat kesehatan ganja, besar harapan Lingkar Ganja Nusantara (LGN) agar ganja mulai dilegalkan untuk tujuan medis.
2.3 KAJIAN TENTANG WACANA LEGALISASI GANJA
SEGI AGAMA
1. Agama Islam
Dalam
Aspek hukum Islam atau syariat Islam, sudah jelas bahwa segala sesuatu yang
memabukkan adalah haram dan dilarang. Dalam kasus ini, ganja memang diketahui
dapat memberikan efek euforia yang sama seperti orang yang mabuk. Selain itu,
apabila hal tersebut lebih banyak mudharat
nya ketimbang hal positif, maka ganja memang termasuk kedalam hal yang
dilarang. Ganja yang diklasifikasikan sebagai Narkoba Golongan I ini jika
ditinjau dari aspek agama Islam merupakan hal – hal yang memabukkan di era
modern yang dahulu pada zaman Rasulullah hanya terdapat minuman keras (khamar).
Dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90 dijelaskan : “Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan“. (QS AlMaidah : 90)
Kemudian
pada ayat yang selanjutnya dijelaskan : “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)“.(QS
Al-Maidah : 91)
Tafsir
mengenai perbuatan setan yang dimaksudkan di atas adalah hal-hal yang mengarah
pada keburukan, kegelapan, dan sisi-sisi destruktif manusia. Hal-hal tersebut
bisa dipicu dari khamar (termasuk narkoba) dan judi karena bisa membius nalar
yang sehat dan jernih. Khamar (termasuk narkoba) dan judi potensial memicu
permusuhan dan kebencian antar sesama manusia. Khamar dan judi juga bisa
memalingkan seseorang dari Allah dan shalat. Dari ayat tersebut dapat
disimpulkan bahwa khamar (termasuk ) bisa memerosokkan seseorang ke derajat
yang rendah dan hina karena dapat memabukkan dan melemahkan. Untuk itu, khamar
(dalam bentuk yang lebih luas adalah narkoba) dilarang dan diharamkan.
Sementara itu, orang yang terlibat dalam penyalahgunaan khamar (narkoba)
dilaknat oleh Allah, entah itu pembuatnya, pemakainya, penjualnya, pembelinya,
penyuguhnya, dan orang yang mau disuguhi.
2. Agama
Kristen
Seperti
halnya agama Islam, agama Kristen juga mengingatkan penganutnya untuk menjauhi
Narkoba. Dalam Korintus 7:1, dijelaskan “sucikan dirimu dari semua hal yang
mencemarkan jasmani dan rohani, supaya kedudukanmu sempurna di dalam takut
Allah”. Menurut pandangan agama Kristen, tubuh harus dipelihara, dijaga dan
disucikan, jangan melakukan dosa. Oleh karena Narkoba dapat merusak tubuh, baik
jiwa, raga maupun akal, maka penyalahgunaannya merupakan hal yang tidak
diperbolehkan.
3. Agama
Katholik
Menurut
pandangan Agama Katholik, pada dasarnya setiap bentuk penyalahgunaan ganja
bertentangan dengan moral Kristiani dan pada akhirnya akan menyebabkan
kehancuran beragama, bermasyarakat dan bernegara. Menurut Paus Yohannes Paulus
II dalam Contesimu Annus, konsumerisme digambarkan sebagai usaha untuk memenuhi
kebutuhan hanya berdasarkan selera yang tidak menghiraukan kenyataan pribadinya
sebagai makhluk yang berakal. Penyalahgunaan merupakan suatu hal yang berakar
dari konsumerisme, oleh karena itu Narkoba yang didalamnya juga termasuk ganja
tidak dianjurkan bagi penganut agama Katholik.
4. Agama Hindu
Agama
Hindu memang memandang semua barang yang ada di dunia ini, walau sekecil
apapun, pasti akan membantu kehidupan. Menurut pandangan agama Hindu, apabila
pikiran seseorang kacau, maka bisa saja barang yang awalnya bermanfaat menjadi
sesuatu hal yang merugikan, misalnya saja ganja. Secara medis, ganja memang
berguna dalam bidang kesehatan. Akan tetapi, karena pikiran umat yang kacau,
maka ganja disalahgunakan sehingga dapat merusak tubuhnya. Oleh karena itu,
pengkonsumsian ganja dilarang oleh agama Hindu.
5. Agama Budha
Agama
Budha mengajarkan umatnya tentang lima disiplin moral, yaitu : (1) Panti pala vermani sikkapadhan samadiyami
= aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk, (2) adinnadan veramani sikkhapadar samadiyami
= aku bertekad melatih diri menghindari barang yang bukan miliknya, (3) kamesu miccara veramar sikkapadam samadiyami
= aku bertekad melatih diri menghindari asusila, (4) musavada veramani sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri
menghindari ucapan yang tidak benar (dusta) dan lainnya, (5) surameraya
majjapamadatthana veramar sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri
menghindari minuman keras dan obat-obat terlarang yang menyebabkan mabuk dan
melemahkan. Dari kelima disiplin moral tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
agama Budha melarang penggunaan Narkoba(Ganja), karena menyebabkan mabuk dan
melemahkan.
SEGI HUKUM
Indonesia
tetap berkomitmen menolak legalisasi ganja sebagaimana tertuang dalam
ratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 melalui Komisi Obat-obatan dan
Narkotika Internasional (CND). Lebih
lanjut, Sikap tegas pemerintah Indonesia terkait penolakan legalisasi ganja
didasarkan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya.
Mengenai tanaman cannabis, berdasarkan Lampiran I butir 8 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika(“UU
35/2009”), tanaman tersebut termasuk dalam narkotika golongan I.
Berdasarkan Pasal 7 UU 35/2009, narkotika hanya
dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Penjelasan Pasal 7 UU 35/2009, dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis. Yang
dimaksud dengan“pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi” adalah penggunaan narkotika terutama untuk
kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan
pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta keterampilan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan
pengawasan, penyelidikan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah termasuk untuk
kepentingan melatih anjing pelacak narkotika dari pihak Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Bea dan Cukai dan Badan Narkotika Nasional serta instansi
lainnya.
Atas ketentuan Pasal 7 UU 35/2009
ini, terdapat pengecualiannya, yaitu Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 yang mengatakan bahwa narkotika
golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Akan
tetapi, dalam jumlah terbatas, narkotika
golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Pasal
8 ayat [2] UU 35/2009).
Dalam Pasal 11 UU 35/2009 dikatakan bahwa Menteri memberi izin
khusus untuk memproduksi narkotika kepada industri farmasi tertentu yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah
dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tetapi, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU 35/2009, narkotika
golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ini berarti bahwa penggunaan
narkotika golongan I terbatas pada hal-hal tertentu saja yang diatur dalam UU
35/2009 dan harus dengan izin dari Menteri. Salah satunya adalah dapat
digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di
antaranya adalah untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi. Ini berarti
bahwa untuk kepentingan imu pengetahuan dalam hal pengobatan, tanaman cannabis dapat
dipergunakan, tetapi dengan adanya izin dari Menteri terlebih dahulu.
Selain itu, lembaga ilmu pengetahuan
yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta juga dapat memperoleh,
menanam, menyimpan, dan menggunakan narkotika untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri (Pasal 13 ayat [1] UU 35/2009).
Berdasarkan Pasal 111 UU 35/2009, setiap orang
yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar. Jika
perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
narkotika golongan I dalam bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 kilogram
atau melebihi 5 batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan
pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
SEGI MORAL
Jika
ditinjau dari segi moral yang berlaku di masyarakat Indonesia yang dominan memeluk
Agama Islam, ganja merupakan hal tabu dan terlarang bagi siapa saja yang
menggunakannya. Adat yang kental dibarengi dengan kearifan lokal mengenai apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan menjadikan ganja dalam peredarannya
sangatlah di haramkan. Pemakai ganja, apabila telah diketahui oleh masyarakat
sekitar, akan mendapatkan sanksi seperti dikucilkan dan dijauhi oleh
masyarakat.
SEGI MEDIS
Ganja
meskipun diketahui banyak membawa dampak negatif bagi tubuh apabila
disalahgunakan, tetapi sebenarnya memiliki manfaat bagi kepentingan medis
seperti yang sudah dijelaskan diatas. Zat-zat yang terdapat dalam ganja dalam
berbagai riset memiliki berbagai
kegunaan. Berikut
adalah senyawa ganja yang paling jelas kehadiran dan manfaatnya:
1. THC (Delta-9 tetrahydrocannabinol)
THC
adalah senyawa yang paling aktif dalam psikologis ganja, dan juga salah satu
yang sangat memberi terapi bagi para penggunanya. THC memiliki efek
analgesik [penghilang rasa sakit], sifat anti-spasmodik [mencegah/menghilangkan
kejang-kejang], anti-getaran, anti-inflamasi [mencegah pembengkakan],
perangsang nafsu makan dan anti muntah yang digunakan untuk berbagai penyakit
seperti: gangguan makan, efek samping dari kemoterapi, multiple sclerosis
[penyakit autoimun yang mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang (sistem
syaraf pusat)], spasticity [kontraksi konstan dan tidak diinginkan dari satu
atau lebih kelompok otot sebagai hasil dari stroke atau lainnya ke otak atau
sumsum tulang belakang] , kejang-kejang dan lain-lain. Selain itu, THC telah
diketahui untuk mengurangi pertumbuhan tumor dan mengurangi perkembangan
aterosklerosis [penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh kelebihan lemak
di dinding arteri] pada tikus.
2.
(E)–BCP (Beta-caryophyllene)
(E)-BCP
adalah komponen anti-inflamasi alami dan kuat yang juga ditemukan dalam makanan
seperti lada hitam, oregano, kemangi, jeruk nipis, kayu manis, wortel, dan
seledri. Tidak seperti THC, cannabinoid ini tidak mempengaruhi
otak, yang berarti tidak menghasilkan efek psikotropika. Para peneliti
mengatakan (E)-BCP bisa menjadi pengobatan yang efektif untuk nyeri, arthritis
[peradangan sendi], sirosis [peradangan & fungsi buruk pada hati], mual,
osteoarthritis [penyakit sendi], aterosklerosis [suatu kondisi di mana dinding
arteri menebal sebagai akibat dari kelebihan lemak seperti kolesterol], dan
penyakit lainnya tanpa membuat pasien merasa “tinggi”.
3. CBC (Cannabichromene)
Sering
kali, cannabinoid saling bekerja sama untuk menciptakan sifat
penyembuhan pada ganja. CBC adalah contoh baik dari hal tersebut, karena CBC
mendorong efek dari THC. CBC juga memiliki efek sedatif dan analgesik.
4. CBD (Cannabidiol)
CBD
adalah komponen non-psikoaktif ganja, yang berarti tidak memabukkan. Hal
ini diyakini bahwa kehadiran CBD didalam ganja dapat menekan efek
euforia* dari THC [*keadaan mental dan emosional didefinisikan sebagai rasa
yang damai/santai]. CBD memiliki sifat anti-inflamasi, anti-biotik,
anti-depresan, anti-psikotik, anti-oksidan, penenang, imunomodulator
[penyesuaian sistem imun], dan juga untuk meredakan kejang, radang,
gelisah, dan mual. CBD perlu bekerjasama dengan THC untuk mengobati nyeri
kronis. Pada tahun 2001, GW Pharmaceuticals menemukan bahwa hanya kombinasi
dari CBD dan THC-lah yang menawarkan efek analgesik pada pasien. Jika digunakan
secara terpisah, CBD atau THC tidak seefektif mengobati sakit kronis seperti
jika mereka digunakan secara bersamaan.
5. CBG (Cannabigerol)
CBG adalah cannabinoid pertama
yang diproduksi oleh tanaman ini. CBG adalah pencetus biogenetis dari semua
senyawa ganja. CBG memiliki efek sedatif dan sifat antimikroba, dan menyebabkan
rasa kantuk. Studi menunjukkan bahwa CBG dapat mengurangi tekanan intraokular
[tekanan cairan pada mata] pada pasien glaukoma [pasien yang mengalami gangguan
mata di mana saraf optik mengalami kerusakan pada penglihatan yang permanen dan
bisa mengakibatkan kebutaan jika tidak diobati] dan berkontribusi terhadap
sifat antibiotik pada ganja itu sendiri.[marijuanadoctors.com]
2.4 PENUTUP
Terlepas
dari kontroversi dari wacana legalisasi ganja di tanah air, kita tentunya
sebagai bangsa Indonesia yang menginginkan agar kedepannya Indonesia semakin
maju dan memastikan generasi Indonesia berada di jalan yang benar sangatlah
wajib agar segala hal yang membawa ke dampak buruk bagi bangsa dijauhkan.
Apabila memang ganja memiliki peranan dalam kehidupan kita seperti
penggunaannya dalam medis, baik nya kepada Pemerintah dan pihak terkait mencari
solusi dan jalan terbaik tentang hal tersebut. Namun, kita semua mungkin
sepakat, jika ganja dan sejenisnya, merupakan momok terbesar dalam darurat
Narkoba yang kini sedang terjadi di Indonesia. Karena bagaimanapun juga,
penyalahgunaan ganja dan zat terlarang lainnya, sangatlah diharamkan baik dari
segi agama maupun hukum.
FURTHER READING
https://id.wikipedia.org/wiki/Ganja
https://en.wikipedia.org/wiki/Cannabis_(drug)
https://en.wikipedia.org/wiki/Long-term_effects_of_cannabis#Mental_health
https://www.researchgate.net/publication/285044085_Therapeutic_Potential_of_Cannabinoids_in_Psychosis
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dca010297bc6/kontroversi-gagasan-legalisasi-ganja-dan-judi-di-indonesia
https://tirto.id/jalan-berliku-legalisasi-ganja-untuk-medis-8K7
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/06/27/klipingpr-indonesia-menolak-legalisasi-ganja-403966
http://repository.unair.ac.id/67822/3/Sec.pdf
http://www.lgn.or.id/global-marijuana-march-indonesia-2017/
http://www.lgn.or.id/manfaat-ganja-untuk-medis/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5136004f8324e/pemerintah-berkomitmen-tolak-legalisasi-ganja
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309686/pengabdian/narkoba-ditinjau-dari-sisi-berbagai-agama-di-indonesia.pdf
[1] "Marijuana intoxication: MedlinePlus Medical Encyclopedia".
Nlm.nih.gov. Retrieved 2013-07-12.
[2] UNODC. World Drug Report 2010. United Nations Publication.
p. 198. Retrieved 2010-07-19.
[3] www.lgn.or.id/sejarah-adiksi-ganja-menapaki-akar-permasalahan