Tuesday, September 11, 2018

Opini Tentang Hak-hak Normatif Pekerja Atau Buruh Terkait Sistem Outsourcing


Oleh
Tri Adji Prasetya Wibowo
1710611069


            Dalam dunia ketenagakerjaan telah dikenal sejak lama sistem perekrutan tenaga kerja atau buruh dengan menggunakan sistem outsourcing (alih daya), sistem ini banyak dipakai oleh perusahaan sebagai langkah mempercepat proses perekrutan tenaga kerja yang sedang dibutuhkan. Walaupun begitu, outsourcing sendiri di Indonesia menuai banyak protes dikarenakan  sistem ini tidak mengindahkan kesejahteraan para tenaga kerja. Lalu kemudian apakah pengertian dari sistem outsourcing ini? Menurut Maurice Greaver, Outsourcing (Alih Daya) dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama (Faiz, 2007).
Bila merujuk pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Bidang pekerjaan untuk alih daya, menurut UU 13 Tahun 2003 (Pasal 66, ayat 1). diantaranya adalah meliputi usaha pelayanan kebersihan, usaha penyedia tenaga pengaman, usaha penyedia angkutan pekerja/buruh, usaha penyedia makanan bagi pekerja/buruh, dan usaha jasa penunjang pertambangan dan perminyakan. Di dalam Pasal 37 juga disebutkan bahwa penempatan tenaga kerja terdiri dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan serta Lembaga swasta berbadan hukum. Oleh karena itulah di Indonesia Perusahaan swasta penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing) menjamur.
Kemudian berbicara mengenai sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti, oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang membutuhkannya. Dalam sistem kerja ini, perusahaan penyedia jasa outsource melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan. Selanjutnya mereka menagih ke perusahaan pengguna jasa mereka. Karyawan outsourcing biasanya bekerja berdasarkan kontrak, dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing, bukan dengan perusahaan pengguna jasa. Hal ini pula yang membuat perusahaan tidak perlu repot menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan, hingga asuransi kesehatan/BPJS Kesehatan. Sebab, yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsourcing itu sendiri.
Dalam dunia perusahaan tentunya outsourcing sangat menguntungkan, selain dapat menghemat anggaran pelatihan karyawan dan tidak perlu repot-repot menyeleksi calon pekerja juga membuat Perusahaan bisa lebih fokus mengurusi bisnis intinya daripada menghabiskan energi, waktu, dan biaya untuk hal-hal yang bersifat teknis.
Lalu berbicara masalah outsourcing ini, apakah menguntungkan semua pihak termasuk pekerja/buruh? Tentu tidak. Outsourcing bila dilihat dari sudut pandang normatif hanyalah menguntungkan Perusahaan penyedia jasa dan perusahaan pemakai jasa, namun untuk pekerja outsourcing terdapat ketidakadilan dalam sistem ini. Hal-hal itu meliputi masalah-masalah yang sering timbul terkait hak-hak pekerja, yaitu besaran upah/gaji yang diterima, fasilitas hingga persoalan Pemutusan Hubungan Kerja.
Dari sisi gaji yang diterima, terkadang gaji mereka dipotong oleh perusahaan induk. Bayangkan, presentase potongan gaji ini bisa mencapai 30 persen, sebagai jasa bagi perusahaan outsourcing. Celakanya, tidak semua karyawan outsourcing mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu. Begitupun dengan fasilitas penunjang kerja bagi pekerja outsourcing dimana dalam beberapa kondisi masih banyak ditemukan perusahaan outsourcing yang belum memberikan jaminan perawatan kesehatan bagi pekerja mereka. Kemudian karena outsourcing merupakan sistem kontrak maka pekerja oursourcing bekerja berdasarkan kontrak kerja alias tidak permanen. Mereka tidak punya jenjang karir yang bisa dicapai. Bila kontrak habis dan tidak diperpanjang, maka para pekerja ini tidak memiliki posisi tawar yang bagus. Selain itu Perusahaan outsourcing dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja outsourcing tanpa pesangon atau kompensasi dalam bentuk apapun. Namun jika pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan dilakukan sebelum masa kontrak kerja habis, maka perusahaan outsourcing diwajibkan membayarkan gaji kepada pekerja sampai waktu seharusnya berakhir kontrak kerja tersebut sesuai dengan Peraturan UU Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, apabila berbicara mengenai sistem outsourcing, perlu banyak hal yang harus diperhatikan, terlebih bagi terjaminnya hak-hak pekerja/buruh outsourcing.
1.      Perusahaan pengguna tenaga kerja outsourcing harus secara sungguh-sungguh dan berhati-hati dalam memilih penyedia jasa outsourcing sehingga antara pengguna jasa dan penyedia jasa tidak hanya menguntungkan salah satu pihak namun juga berkeadilan dan mampu melindungi hak-hak pekerja dengan baik.
2.      Untuk perusahaan penyedia jasa outsourcing harus bisa menjamin dan memperhatikan hak-hak tenaga kerja outsourcing dan menjalankan operasional perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dapat transparan terhadap pengguna jasa dan pekerja.
3.      Lalu untuk pemerintah, harus selalu dapat mengawasi dan mengontrol perusahaan outsourcing dan dapat dengan tegas menindak perusahaan yang tidak mengikuti aturan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan serta dapat melindungi  hak-hak para pekerja outsourcing baik itu dengan membuat payung hukum yang lebih spesifik ataupun juga memberikan wadah perlindungan bagi pekerja yang memiliki permasalahan terhadap pekerjaannya.

No comments:

Post a Comment